Artikel ini saya dapatkan dari buku Asma Nadia yang saya pinjem di rental buku ikhwah rasul sebrang jalan.
iseng2 baca en coba posting ke blog, sekaligus sharing ilmu, syukur-syukur bermanfaat,karena artikelnya cukup panjang, demi efisiensi waktu dan demi efekifitas mencapai tujuan(anak ekonomi banget), nulisnya saya copas dari sini
well... check this out!!!!
Is the right one ?
Ini pertanyaan yang menghantui perempuan mana saja yang belum menikah. Benarkah si dia, calon yang tepat yang akan mengantarkan kita kepada rumahku, surgaku? Sambil diam-diam kita ikut terhanyut dalam pertikaian rumah tangga selebriti yang sekarang begitu mudah diteropong karena ditayangkan di hampir semua stasiun televisi.
Istri-istri selebriti yang dipukul itu, apakah dulu mereka yakin bahwa suami yang dinikahi adalah the right person?
Ah, tak usah jauh-jauh mengarahkan pandangan kepada selebriti. Lihat sekeliling.... tetangga kita, sesama istri yang kurang beruntung. Atau, jangan-jangan kita tak perlu melayangkan pandangan ke mana-mana, cukup melihat bayangan di balik cermin dan melihat apakah ada air mata membayang, , wajah yang sembab dan bilur di sekujur badan.... kita kah salah satu yang tidak beruntung itu? Yang menerima perlakuan tidak mengenakkan, kekerasan lahir dan batin dari lelaki yang dulu kita percaya akan mempersembahkan rembulan?
is the right one? Si dia kah calon yang tepat?
Jika ya, lantas kenapa kekerasan yang kemudian ditunjukkan? Sikap arogan dan dingin yang dipancarkan tidak menyisakan tanda-tanda bahwa once upon a time, merekalah si pangeran charming yang akan membuat sang istri hidup happily ever after? Cintakah yang hilang, sebab cinta harusnya tidak menyakiti.
Pernikahan bukanlah negeri dongeng, yang betap mudahnya mencari pangeran yang telah menikahi Cinderella, Putri Salju, Sleeping Beauty.... para ksatria yang menempuh resiko luar biasa, dan hingga akhir hanyatnya tidak pernah melirik putri-putri lain. Tidak juga demikian menganiaya, atau melakukan kekerasan sekecil apapun, kepada para putri yang mereka nikahi.
Question!
Pertanyaannya bagi yang belum menikah, adakah tips untuk mengenali karakter calon suami dan melihat kecenderungan-kecenderungan yang tidak baik, lebih awal?
Ada, coba lihat di sini :
1. Si Dia Egois?
Lihat apakah dia melulu menceritakan dirinya, kehebatan-kehebatannya, prestasi-prestasinya, atau apa yang telah dia lakukan dalam obrolan setiap bertemu.
2. Si Dia Peduli atau Cuek?
Kamu bisa melihat seberapa peduli si dia dari caranya menanyakan kabarmu, dan apakah dia sungguh-sungguh bertanya atau sekedar basa-basi bisa dikenali dari seberapa dia menaruh perhatian pada jawabanmu. Ceritamu tentang ayah yang sakit, atau ibu yang belakangan kurang sehat, atau kecelakaan yang menewaskan kucingmu. Atau masalah yang sedang kamu hadapi di kampus atau di tempat kerja.
Perhatikan caranya mendengarkan keluh kesahmu, seberapa dia sabar hingga kamu menyelesaikan ceritamu, sebelum kembali mengobrolkan dunianya, bisa menjadi nilai tersendiri di matamu.
3. Si Dia Cerdas Sosial?
Back to point dua, nilai kemampuannya berempatidari kisah sedih yang kamu sampaikan. Apakah dia berkata, ” saya membanyangkan sulitnya kondisi keluarga sejak ayah meninggal, tapi alhamdulillah masih ada ibu. Kamu harus menjaga ibu lebih baik sekarang,”
Atau, ” kasihan, tapi temanku malah hidupnya lebih sulit lho... ibu bapaknya tewas dalam kecelakaan sekaligus,”
Or.... ”sudah, jangan cengeng. Nabi Adam malah ke bumi nggak punya siapa-siapa!”
Meski intinya sama tapi tiga komen di atas terasa beda, kan?
4. Si Dia Strategis dan Sistematis?
Kecerdasan dan pola pikirnya bisa kamu jajakiselain dari prestasi belajarnya, atau di kantor, juga dari kualitas saran-saran yang dilemparkan kepadamu. Seberapa strategis atau sistemis pola pikirnya atau sebaliknya seberapa EGP (emang gue pikirin-nya) dia, bisa kamu nilai dari caranya merunut permasalahandan mencari jawaban. Apakah saran-sarannya standar :
” well, kamu harus lebih hati-hati kalau begitu!”
Atau ” lain kali file harus kamu back up tersendiri, supaya tidak hilang lagi. Mungkin dengan Hard disk exsternal atau USB khusus untuk file-file penting. Kamu juga bisa mengirimkan tulisan dan data penting ke alamat emailmu sendiri, misalnya,”
Or dengan santainya,” data hilang saja sedih, bikin lagi aja! Sekarang.... jalan yuk?”
5. Si Dia Suka Kekerasan?
Tanya posisinya ketika ospek disekolah dulu. Apakah dia pro perploncoan? Apakah dia menjabat sebagai seksi keamanan ketika masa orientasi siswa? Apakah dia menikmati saat mengerjai lahir atau batin siswa-siswi baru? Apakah caranya mengerjai mereka cukup edukatif, atau justru cenderung merendahkan dan menyakiti? Apakah dia anti perploncoan?
Perhatikan juga di rumah bagaimana sikapnya terhadap adik, apakah mudah marah dan main tangan? Apakah pernah memukuli adik atau kakaknya yang perempuan? Bagaimana sikapnya terhadap pembantu rumah tangga di rumahnya atau ketika ke rumahmu? Apakah dia mengucapkan terima kasih ketika disuguhi minuman oleh si mbak, atau merasa itu hal biasa saja. Apakah dia enjoy menyiksa binatang?
Memang ada kasus kekerasan yang dipicu obat-obatan, minuman keras, atau stress, dan ini sering kali sangat baik bisa berubah beringas dan kasar. Tetapi dalam kondisi normal, sebenarnya kecenderungan kekerasan ini bisa kita deteksi lebih dini.
6. Si Dia Pesolek atau Gengsian?
Saya memiliki seseorang teman yang menikah dengan laki-laki yang sangat tampan. Dan ketika itu tak hanya si muslimah, tetapi seluruh teman beranggapan, betapa beruntungnya dia karena mendapatkan lelaki tampan, apalagi wajah si muslimah menurut teman-temannya terbilang biasa saja.
Kenyataan setelah menikah, si lelaki tampan hanya sibuk dengan dirinya sendiri. Setiap pagi tampil resik, dengan sepatu mengkilat hingga dia bisa bercermin dengannya, baju yang selalu rapi, lipatan celana tidak boleh dobel, dan... tidak mau bekerja yang kotor-kotor hingga seumur hidupnya tidak bekerja dan si muslimah yang harus menanggung seluruh beban ekonomi, termasuk biaya sekolah anak-anaknya hingga selesai.
Mulai dari sekarang cek... apakah si dia brand minded, peduli dengan merek baju dan sepatunya, atau bangga dengan jaket kulit mahal atau sneakers yang dikenakannya. Amati usulan-usulan tempat untuk bertemu, apakah dia keberatan makan di warteg pinggir jalan yang kecil tapi bersih? Jika dia memiliki adik atau kakak dengan kondisi khusus, apakah dia bangga dengan merekadan sayang atau terkesan tidak mau dikaitkan?
Satu lagi, cara dia memilih ponsel juga bisa menjadi penilaianmu, baik warna, harga, atau tren. Misalnya jika ponsel pilihannya lebih mengutamakan model ketimbang fungsi. Atau jika dia terbilang sering gonta-ganti hape setiap kali ada model baru.... hati-hati berarti si dia memiliki kecenderungan konsumerisme. Lihat juga apakah motornya dimodifikasi? Lihat jenis modifikasiyang dilakukan, apakah lebih banyak kreativitas sendiri yang tidak terlalu makan biaya, atau justru menghabiskan banyak uang.
Lihat juga teman-teman dekatnya dan model mereka. Kamu bisa mengetahui karakter seseorang dari caranya memilih teman. Kamu juga bisa melihat seberapa dia siap membantumu ketika mengerjakan sesuatu yang kurang bersih, misalnya merapikan kebun, membersihkan halaman atau bahkan got di depan rumah.
7. Si Dia Kekanak-kanakan atau Manja?
Sikap kekanak-kanakan dan manja bisa dikenali dari berbagai sudut. Apakah dia selalu mengandalkan bantuan orang tua, atau tante dan om yang mapan ketika harus pindah kos, dipecat dari pekerjaan, juga ketika merencanakan pernikahan kalian? Apakah dia menggampangkan berbagai urusan, sebab papa dan mama pasti akan membantunya. Apakah dia terbiasa dilayani dan diurusi?
Jika si dia berpakaian serba mahal tetapi sebagian besar dibelikan orangtua... well, si dia mungkin mapan, tapi perlu waktu lebih untuk melihat bahwa ada masanya dia tidak bisa lagi bermanja dan mengandalkan orang lain.
8. Si Dia Tahan Banting?
Pernikahan adalah medan perjuangan yang membutuhkan ketabahan. Mengukur ketabahan si dia bisa dilihat dari seberapa sering dia mengeluh. Juga dari caranya menyesuaikan diri dalam kondisi dan situasi yang tidak nyaman, ketika kepanasan, sakit, berjejalan di bus atau saat tersesat. Buat catatan bagaimana dia mengatasi berbagai permasalahan dalam hidup. Perhatikan sikapnya saat salah satu anggota keluarnya sakit, saat ayahnya kehilangan pekerjaan, atau justru dia sendiri? Sikap tahan banting ini juga terlihat dri caranya berjuang untuk mendapatkanmu, meski harus menghadapi anggota keluarga, mungkin ayah atau ibumu yang tidak suka padanya.
Dari sisi yang lain, lihat apakah kesabaran dan kebaikannya padamu sama saat tugas-tugas kuliah atau kantor menumpuk, saat-saat dikejar deadline? Kalau dia berubah menjadi lebih serius, tentu saja masih wajar. Tapi jika mendadak marah-marah tidak jelas, cepat kesal, atau pasrah dan menyerah, well.... bisakah membanyangkan bagaimana jika setelah menikah dan punya anak, lalu anak mendadak sakit hingga kalian berdua tdak bisa tidur selama berhari-hari?
Akankah dia menemani dengan sabar dan berjuang bersamamu, berbagi giliran tidur demi menunggui sikecil dan memastikannya nyaman, atau sebaliknya menyerahkan tugas menunggui anak yang sakit itu sepenuhnya padamu dengan alasan sudah capek dikantor seharian?
9. Si Dia Mata Keranjang?
Ah, ini point yang tidak kalah penting. Cobalah cari tahu berapa banyak gadis yang sempat berhubungan dekat dengannya, apakah jumlahnya masih dihitung? Jumlah yang banyak menunjukkan cepatny si dia beralih dari satu perempuan ke perempuan lain. Meski ada juga laki-laki yang seperti ini sebelum menikah tapi ternyata sangat berkomitmen ketika sudah menikah.
Perhatikan apakah matanya fokus ketika berbicara denganmu, tidak berarti harus memandang terus menerus ke arahmu. Tetapi yang jelas tidak beralih ke gadis manis yang duduk di seberang tempat duduknya.
Kecenderungan mata keranjangnya juga bisa dilihat dari seberapa sering dia menyebut si anu dan si anu.... nama-nama gadis teman kuliah atau kantornya, atau memuji penampilan mereka.
Satu hal lagi yang cukup mengganggu saya, tentang beberapa ikhwan yang mensyaratkan kepada calonnya harus bersedia dipoligami sebab dia berniat untuk poligami. Bukan berarti setiap yang poligami saya kategorikan mata keranjang. Bukan tempat saya menilai.
Tetapi bagi saya, di luar hukum poligaminya, jika ini pernikahan pertama, banyak hal lain yang harus dipikirkan, seperti bagaimana mendorong potensi pasangan, bagaimana mendidik anak nanti, bagaimana menjadikan keluarga kalian rahmatan lil alamin, bagaimana mensejahterakan keluarga, dan lain-lain. Ketimbang belum-belum sudah memikirkan memiliki isteri lebih dari satu, sementara si dia belum teruji kemampuannya untuk bersikap adil dan mengelola sebaik-baiknya keluarga ini.
Dan lebih lagi, kita belum tentu demen sama si dia setelah mengetahui luar dalam, he....he.... bukan bersikap sadis, tapi seharusnya dia memikirkan juga bahwa sebagai isteri, kita mungkin saja menemukan hal-hal yang tidak berkenan selama proses penyesuaian yang nantinya berlangsung seumur hidup ini.
At least, suami bisa membantu dengan bersikap supportive kepada istri, mencari titik temu jika ada perbedaan, jika ada kekurangan..... sebab pasti kedua pihak memiliki kelebihan dan kekurangan. Bukan belum-belum mencari istri baru, kan?
Tetapi ini hidupmu. Kamu mungkin saja tidak keberatan dengan hal ini. It’s all up to you. Setiap muslimah tahu kekuatan dan kesiapannya.
Satu hal lagi, membina anak-anak menjadi penghuni surga, tidak sekedar sukses di dunia, bukan pekerjaan mudah. It will be wonderful jika kita memiliki suami yang berdedikasi dan memiliki focus sepenuhnya terhadap istri dan anaknya. Dan percayalah, bahkan dengan komitmen penuh-bukan hanya keuangan tetapi juga waktu (sebab uang bisa dibagi sama rata, tetapi waktu tidak)—hal ini tidak mudah untuk diwujudkan.
10. Si Dia Tradisional Atau Moderant?
Nah ini poin penting bagi muslimah untuk menjejaki bagaimana kehidupan mereka nanti setelah menikah. Apakah pekerjaan yang sekarang harus dilepaskan. Kalau ya, kamu perlu mencari alternatif lain yang bisa dilakukan di rumah. Pendeknya, kamu bisa membuat rencana.
Tanya padanya, apakah dia lebih menyukai masakan istri di rumah ketimbang masakan juru masak prfesional misalnya.
Orang-orang moderat cenderung efisien dan melihat esensi. Mereka akan dengan jujur menilai masakan istri. Mungkin agak menyakitkan karena di satu sisi jatuh bangun kita di dapur kan perlu diapresiasi, hehehe.. tapi jika si dia moderat yang juga cerdas sosial, dia pasti punya cara untuk menyampaikan kejujurannya jika masakkan kita rasanya kurang bahkan tidak enak. Orang-orang tipe ini juga akan lebih fleksibel. Misal, jika istri memang tidak pandai memasak, mungkin lebih baik istri melakukan sesuatu yang lebiih bermanfaat.
Sebaliknya, orang-orang yang berpandangan tradisional (baca:kaku) lebih mengutamakan simbol. Baginya penting untuk disuguhi teh manis atau kopi buatan istri sendiri dan bukan khadimat di rumah. Penting untuk menyantap masakan istri, sekalipun kurang enak, daripada makan masakan si mbok di rumah yang terkenal jago masak.
Orang-orang yang berpaham ”tradisional” lebih setia kepada pakem lama, yang bilang seorang istri adalah ibu rumah tangga, dan suami adalah kepala rumah tangga dan pembuat segala keputusan.
Sementara si moderat cenderung membuka ruang lebih luas bagi istri, termasuk jika si istri bekerja di luar rumah, tentu saja dengan kondisi-kondisi yang disepakati bersama.
11. Si Dia Demokratis atau Diktator?
Siapakah yang memutuaskan akan bertemu di mana hari ini? Akan makan dimana? Apakah dia bersikeras memilih menu untukmu, atau menyilakan kamu memilih sendiri?
Apakah dia mengatur caramu berpakaian, merek baju dan sepatu yang boleh kamu pakai agar menurut standar layak dimatanya? Kursus yang boleh kamu ikuti, atau dengan siapa kamu bergaul?
Kalau ya.... kamu harus siap-siap diatur seumur hidupmu. Or, memikirkan cara untuk mengajaknya agar lebih demokratis dari sekarang.
12. Si Dia Mandiri atau Mudah dikendalikan?
Ada beberapa orang yang secara individual bagus, mandiri dan cerdas membuat keputusan, tapi uniknya ketika berurusan dengan keluarga dia cenderung dikendalikan dan seolah-olah kehilangan pendapatnya sendiri.
Sebenarnya tidak terlalu masalah jika keluarganya memang memiliki pemahaman islam yang cukup baik dan karenanya melahirkan keputusan-keputusan yang baik. Pada beberapa lelaki yang sering bingung jika harus membuat keputusan, hal ini akan membantu untuk mengarahkan malah pesan sponsor dari istri mungkin bisa dititip ke ibu mertua, dengan catatan hubungan istri dan mertua tebina baik.
Namun ada kasus dimana pihak keluarga suami kurang bijak, hingga cenderung tidak memedulikan kondisi suami yang baru membangun, dengan terus menerus merongrong, bukan hanya untuk hal-hal yang pentinguntuk orang tua suami, tetapi juga harus ikut menanggung cicilan motor adiknya, meski si adik sudah menikah dan suaminya bekerja.
Kenali dengan melihat sejarah pendidikan si dia misalnya. Kenapa memilih sekolah kejuruan, apakah memang dia suka? Kenapa memilih universitas ini? Apakah dia suka dengan jurusan yang dipilihnya?
Tentu masih banyak kriteria yang harus dikenali, walaupun begitu kriteria dia atas hanya sedikit bocoran untukmu agar bisa mengenali karakter si dia. Bukan bahan untuk mengadili si dia?
Lalu bagaimana jika si dia ternyata manja, diktator, egois dan jauh dari seluruh kriteria yang menunjukkan calon suami yang tepat? Bisakah mengubah pribadinya?
Tidak ada yang pasti dikolong langit. Seseorang mungkin saja berubah. Mungkin tidak sekaligus..... tetapi bertahap. Mungkin tidak banyak tetapi sedikit demi sedikit. It’s your life.....
Satu hal yang penting dengan mengenali pribadinya, kamu bisa membanyangkan seperti apa pernikahanmu nanti. Memiliki suami seperti apa, dan bagaimana sosoknya sebagai ayah. Jika kamu bisa menerima seluruh kekurangnnya, dan merasa bisa mengatasi.... semua kembali bagimu.
Bagi sebagian muslimah, ada yang memilih.... lebih baik menikah dengan laki-laki yang akan membuatnya bahagia, atau sama sekali tidak. Tetapi ada juga muslimah yang sangat ingin menikah.... dan merasa bahwa bahkan tanpa menaruh kriteria macam-macam pun, sulit menemukan pendaping.
At the end... jangan lupa berdo’a dan berdo’a. Libatkan Allah dalam segala urusanmu.
sekilas hasil input yang saya baca, buku ini meluruskan niat kita untuk menikah bahasa kerennya, what was the reason we wanted to get married?. selain itu buku ini menceritakan beberapa pengalaman dunia pedekate sampai menikah. yang memberikan nasehat bahwa
1. menikah bukanlah mencari orang yang sempurna, tapi menjadi penyempurnanya (jiyeeee... *.*)
2. exactly ada persamaan dan perbedaan, indah... kayak pelangi
3. mulailah dari diri sendiri untuk merubah keadaan menjadi suasana yang kita inginkan
4. tunjukkan dengan cara baik hal-hal yang kita inginkan.
5. pantaskan diri untuk mendapatkan yang pantas kita impikan
REFERENSI :]
Asma nadia, dkk. 2009. Muhasabah CintaSeorang Istri. Jakarta: PT Lingkar Pena
iseng2 baca en coba posting ke blog, sekaligus sharing ilmu, syukur-syukur bermanfaat,karena artikelnya cukup panjang, demi efisiensi waktu dan demi efekifitas mencapai tujuan(anak ekonomi banget), nulisnya saya copas dari sini
well... check this out!!!!
Is the right one ?
Ini pertanyaan yang menghantui perempuan mana saja yang belum menikah. Benarkah si dia, calon yang tepat yang akan mengantarkan kita kepada rumahku, surgaku? Sambil diam-diam kita ikut terhanyut dalam pertikaian rumah tangga selebriti yang sekarang begitu mudah diteropong karena ditayangkan di hampir semua stasiun televisi.
Istri-istri selebriti yang dipukul itu, apakah dulu mereka yakin bahwa suami yang dinikahi adalah the right person?
Ah, tak usah jauh-jauh mengarahkan pandangan kepada selebriti. Lihat sekeliling.... tetangga kita, sesama istri yang kurang beruntung. Atau, jangan-jangan kita tak perlu melayangkan pandangan ke mana-mana, cukup melihat bayangan di balik cermin dan melihat apakah ada air mata membayang, , wajah yang sembab dan bilur di sekujur badan.... kita kah salah satu yang tidak beruntung itu? Yang menerima perlakuan tidak mengenakkan, kekerasan lahir dan batin dari lelaki yang dulu kita percaya akan mempersembahkan rembulan?
is the right one? Si dia kah calon yang tepat?
Jika ya, lantas kenapa kekerasan yang kemudian ditunjukkan? Sikap arogan dan dingin yang dipancarkan tidak menyisakan tanda-tanda bahwa once upon a time, merekalah si pangeran charming yang akan membuat sang istri hidup happily ever after? Cintakah yang hilang, sebab cinta harusnya tidak menyakiti.
Pernikahan bukanlah negeri dongeng, yang betap mudahnya mencari pangeran yang telah menikahi Cinderella, Putri Salju, Sleeping Beauty.... para ksatria yang menempuh resiko luar biasa, dan hingga akhir hanyatnya tidak pernah melirik putri-putri lain. Tidak juga demikian menganiaya, atau melakukan kekerasan sekecil apapun, kepada para putri yang mereka nikahi.
Question!
Pertanyaannya bagi yang belum menikah, adakah tips untuk mengenali karakter calon suami dan melihat kecenderungan-kecenderungan yang tidak baik, lebih awal?
Ada, coba lihat di sini :
1. Si Dia Egois?
Lihat apakah dia melulu menceritakan dirinya, kehebatan-kehebatannya, prestasi-prestasinya, atau apa yang telah dia lakukan dalam obrolan setiap bertemu.
2. Si Dia Peduli atau Cuek?
Kamu bisa melihat seberapa peduli si dia dari caranya menanyakan kabarmu, dan apakah dia sungguh-sungguh bertanya atau sekedar basa-basi bisa dikenali dari seberapa dia menaruh perhatian pada jawabanmu. Ceritamu tentang ayah yang sakit, atau ibu yang belakangan kurang sehat, atau kecelakaan yang menewaskan kucingmu. Atau masalah yang sedang kamu hadapi di kampus atau di tempat kerja.
Perhatikan caranya mendengarkan keluh kesahmu, seberapa dia sabar hingga kamu menyelesaikan ceritamu, sebelum kembali mengobrolkan dunianya, bisa menjadi nilai tersendiri di matamu.
3. Si Dia Cerdas Sosial?
Back to point dua, nilai kemampuannya berempatidari kisah sedih yang kamu sampaikan. Apakah dia berkata, ” saya membanyangkan sulitnya kondisi keluarga sejak ayah meninggal, tapi alhamdulillah masih ada ibu. Kamu harus menjaga ibu lebih baik sekarang,”
Atau, ” kasihan, tapi temanku malah hidupnya lebih sulit lho... ibu bapaknya tewas dalam kecelakaan sekaligus,”
Or.... ”sudah, jangan cengeng. Nabi Adam malah ke bumi nggak punya siapa-siapa!”
Meski intinya sama tapi tiga komen di atas terasa beda, kan?
4. Si Dia Strategis dan Sistematis?
Kecerdasan dan pola pikirnya bisa kamu jajakiselain dari prestasi belajarnya, atau di kantor, juga dari kualitas saran-saran yang dilemparkan kepadamu. Seberapa strategis atau sistemis pola pikirnya atau sebaliknya seberapa EGP (emang gue pikirin-nya) dia, bisa kamu nilai dari caranya merunut permasalahandan mencari jawaban. Apakah saran-sarannya standar :
” well, kamu harus lebih hati-hati kalau begitu!”
Atau ” lain kali file harus kamu back up tersendiri, supaya tidak hilang lagi. Mungkin dengan Hard disk exsternal atau USB khusus untuk file-file penting. Kamu juga bisa mengirimkan tulisan dan data penting ke alamat emailmu sendiri, misalnya,”
Or dengan santainya,” data hilang saja sedih, bikin lagi aja! Sekarang.... jalan yuk?”
5. Si Dia Suka Kekerasan?
Tanya posisinya ketika ospek disekolah dulu. Apakah dia pro perploncoan? Apakah dia menjabat sebagai seksi keamanan ketika masa orientasi siswa? Apakah dia menikmati saat mengerjai lahir atau batin siswa-siswi baru? Apakah caranya mengerjai mereka cukup edukatif, atau justru cenderung merendahkan dan menyakiti? Apakah dia anti perploncoan?
Perhatikan juga di rumah bagaimana sikapnya terhadap adik, apakah mudah marah dan main tangan? Apakah pernah memukuli adik atau kakaknya yang perempuan? Bagaimana sikapnya terhadap pembantu rumah tangga di rumahnya atau ketika ke rumahmu? Apakah dia mengucapkan terima kasih ketika disuguhi minuman oleh si mbak, atau merasa itu hal biasa saja. Apakah dia enjoy menyiksa binatang?
Memang ada kasus kekerasan yang dipicu obat-obatan, minuman keras, atau stress, dan ini sering kali sangat baik bisa berubah beringas dan kasar. Tetapi dalam kondisi normal, sebenarnya kecenderungan kekerasan ini bisa kita deteksi lebih dini.
6. Si Dia Pesolek atau Gengsian?
Saya memiliki seseorang teman yang menikah dengan laki-laki yang sangat tampan. Dan ketika itu tak hanya si muslimah, tetapi seluruh teman beranggapan, betapa beruntungnya dia karena mendapatkan lelaki tampan, apalagi wajah si muslimah menurut teman-temannya terbilang biasa saja.
Kenyataan setelah menikah, si lelaki tampan hanya sibuk dengan dirinya sendiri. Setiap pagi tampil resik, dengan sepatu mengkilat hingga dia bisa bercermin dengannya, baju yang selalu rapi, lipatan celana tidak boleh dobel, dan... tidak mau bekerja yang kotor-kotor hingga seumur hidupnya tidak bekerja dan si muslimah yang harus menanggung seluruh beban ekonomi, termasuk biaya sekolah anak-anaknya hingga selesai.
Mulai dari sekarang cek... apakah si dia brand minded, peduli dengan merek baju dan sepatunya, atau bangga dengan jaket kulit mahal atau sneakers yang dikenakannya. Amati usulan-usulan tempat untuk bertemu, apakah dia keberatan makan di warteg pinggir jalan yang kecil tapi bersih? Jika dia memiliki adik atau kakak dengan kondisi khusus, apakah dia bangga dengan merekadan sayang atau terkesan tidak mau dikaitkan?
Satu lagi, cara dia memilih ponsel juga bisa menjadi penilaianmu, baik warna, harga, atau tren. Misalnya jika ponsel pilihannya lebih mengutamakan model ketimbang fungsi. Atau jika dia terbilang sering gonta-ganti hape setiap kali ada model baru.... hati-hati berarti si dia memiliki kecenderungan konsumerisme. Lihat juga apakah motornya dimodifikasi? Lihat jenis modifikasiyang dilakukan, apakah lebih banyak kreativitas sendiri yang tidak terlalu makan biaya, atau justru menghabiskan banyak uang.
Lihat juga teman-teman dekatnya dan model mereka. Kamu bisa mengetahui karakter seseorang dari caranya memilih teman. Kamu juga bisa melihat seberapa dia siap membantumu ketika mengerjakan sesuatu yang kurang bersih, misalnya merapikan kebun, membersihkan halaman atau bahkan got di depan rumah.
7. Si Dia Kekanak-kanakan atau Manja?
Sikap kekanak-kanakan dan manja bisa dikenali dari berbagai sudut. Apakah dia selalu mengandalkan bantuan orang tua, atau tante dan om yang mapan ketika harus pindah kos, dipecat dari pekerjaan, juga ketika merencanakan pernikahan kalian? Apakah dia menggampangkan berbagai urusan, sebab papa dan mama pasti akan membantunya. Apakah dia terbiasa dilayani dan diurusi?
Jika si dia berpakaian serba mahal tetapi sebagian besar dibelikan orangtua... well, si dia mungkin mapan, tapi perlu waktu lebih untuk melihat bahwa ada masanya dia tidak bisa lagi bermanja dan mengandalkan orang lain.
8. Si Dia Tahan Banting?
Pernikahan adalah medan perjuangan yang membutuhkan ketabahan. Mengukur ketabahan si dia bisa dilihat dari seberapa sering dia mengeluh. Juga dari caranya menyesuaikan diri dalam kondisi dan situasi yang tidak nyaman, ketika kepanasan, sakit, berjejalan di bus atau saat tersesat. Buat catatan bagaimana dia mengatasi berbagai permasalahan dalam hidup. Perhatikan sikapnya saat salah satu anggota keluarnya sakit, saat ayahnya kehilangan pekerjaan, atau justru dia sendiri? Sikap tahan banting ini juga terlihat dri caranya berjuang untuk mendapatkanmu, meski harus menghadapi anggota keluarga, mungkin ayah atau ibumu yang tidak suka padanya.
Dari sisi yang lain, lihat apakah kesabaran dan kebaikannya padamu sama saat tugas-tugas kuliah atau kantor menumpuk, saat-saat dikejar deadline? Kalau dia berubah menjadi lebih serius, tentu saja masih wajar. Tapi jika mendadak marah-marah tidak jelas, cepat kesal, atau pasrah dan menyerah, well.... bisakah membanyangkan bagaimana jika setelah menikah dan punya anak, lalu anak mendadak sakit hingga kalian berdua tdak bisa tidur selama berhari-hari?
Akankah dia menemani dengan sabar dan berjuang bersamamu, berbagi giliran tidur demi menunggui sikecil dan memastikannya nyaman, atau sebaliknya menyerahkan tugas menunggui anak yang sakit itu sepenuhnya padamu dengan alasan sudah capek dikantor seharian?
9. Si Dia Mata Keranjang?
Ah, ini point yang tidak kalah penting. Cobalah cari tahu berapa banyak gadis yang sempat berhubungan dekat dengannya, apakah jumlahnya masih dihitung? Jumlah yang banyak menunjukkan cepatny si dia beralih dari satu perempuan ke perempuan lain. Meski ada juga laki-laki yang seperti ini sebelum menikah tapi ternyata sangat berkomitmen ketika sudah menikah.
Perhatikan apakah matanya fokus ketika berbicara denganmu, tidak berarti harus memandang terus menerus ke arahmu. Tetapi yang jelas tidak beralih ke gadis manis yang duduk di seberang tempat duduknya.
Kecenderungan mata keranjangnya juga bisa dilihat dari seberapa sering dia menyebut si anu dan si anu.... nama-nama gadis teman kuliah atau kantornya, atau memuji penampilan mereka.
Satu hal lagi yang cukup mengganggu saya, tentang beberapa ikhwan yang mensyaratkan kepada calonnya harus bersedia dipoligami sebab dia berniat untuk poligami. Bukan berarti setiap yang poligami saya kategorikan mata keranjang. Bukan tempat saya menilai.
Tetapi bagi saya, di luar hukum poligaminya, jika ini pernikahan pertama, banyak hal lain yang harus dipikirkan, seperti bagaimana mendorong potensi pasangan, bagaimana mendidik anak nanti, bagaimana menjadikan keluarga kalian rahmatan lil alamin, bagaimana mensejahterakan keluarga, dan lain-lain. Ketimbang belum-belum sudah memikirkan memiliki isteri lebih dari satu, sementara si dia belum teruji kemampuannya untuk bersikap adil dan mengelola sebaik-baiknya keluarga ini.
Dan lebih lagi, kita belum tentu demen sama si dia setelah mengetahui luar dalam, he....he.... bukan bersikap sadis, tapi seharusnya dia memikirkan juga bahwa sebagai isteri, kita mungkin saja menemukan hal-hal yang tidak berkenan selama proses penyesuaian yang nantinya berlangsung seumur hidup ini.
At least, suami bisa membantu dengan bersikap supportive kepada istri, mencari titik temu jika ada perbedaan, jika ada kekurangan..... sebab pasti kedua pihak memiliki kelebihan dan kekurangan. Bukan belum-belum mencari istri baru, kan?
Tetapi ini hidupmu. Kamu mungkin saja tidak keberatan dengan hal ini. It’s all up to you. Setiap muslimah tahu kekuatan dan kesiapannya.
Satu hal lagi, membina anak-anak menjadi penghuni surga, tidak sekedar sukses di dunia, bukan pekerjaan mudah. It will be wonderful jika kita memiliki suami yang berdedikasi dan memiliki focus sepenuhnya terhadap istri dan anaknya. Dan percayalah, bahkan dengan komitmen penuh-bukan hanya keuangan tetapi juga waktu (sebab uang bisa dibagi sama rata, tetapi waktu tidak)—hal ini tidak mudah untuk diwujudkan.
10. Si Dia Tradisional Atau Moderant?
Nah ini poin penting bagi muslimah untuk menjejaki bagaimana kehidupan mereka nanti setelah menikah. Apakah pekerjaan yang sekarang harus dilepaskan. Kalau ya, kamu perlu mencari alternatif lain yang bisa dilakukan di rumah. Pendeknya, kamu bisa membuat rencana.
Tanya padanya, apakah dia lebih menyukai masakan istri di rumah ketimbang masakan juru masak prfesional misalnya.
Orang-orang moderat cenderung efisien dan melihat esensi. Mereka akan dengan jujur menilai masakan istri. Mungkin agak menyakitkan karena di satu sisi jatuh bangun kita di dapur kan perlu diapresiasi, hehehe.. tapi jika si dia moderat yang juga cerdas sosial, dia pasti punya cara untuk menyampaikan kejujurannya jika masakkan kita rasanya kurang bahkan tidak enak. Orang-orang tipe ini juga akan lebih fleksibel. Misal, jika istri memang tidak pandai memasak, mungkin lebih baik istri melakukan sesuatu yang lebiih bermanfaat.
Sebaliknya, orang-orang yang berpandangan tradisional (baca:kaku) lebih mengutamakan simbol. Baginya penting untuk disuguhi teh manis atau kopi buatan istri sendiri dan bukan khadimat di rumah. Penting untuk menyantap masakan istri, sekalipun kurang enak, daripada makan masakan si mbok di rumah yang terkenal jago masak.
Orang-orang yang berpaham ”tradisional” lebih setia kepada pakem lama, yang bilang seorang istri adalah ibu rumah tangga, dan suami adalah kepala rumah tangga dan pembuat segala keputusan.
Sementara si moderat cenderung membuka ruang lebih luas bagi istri, termasuk jika si istri bekerja di luar rumah, tentu saja dengan kondisi-kondisi yang disepakati bersama.
11. Si Dia Demokratis atau Diktator?
Siapakah yang memutuaskan akan bertemu di mana hari ini? Akan makan dimana? Apakah dia bersikeras memilih menu untukmu, atau menyilakan kamu memilih sendiri?
Apakah dia mengatur caramu berpakaian, merek baju dan sepatu yang boleh kamu pakai agar menurut standar layak dimatanya? Kursus yang boleh kamu ikuti, atau dengan siapa kamu bergaul?
Kalau ya.... kamu harus siap-siap diatur seumur hidupmu. Or, memikirkan cara untuk mengajaknya agar lebih demokratis dari sekarang.
12. Si Dia Mandiri atau Mudah dikendalikan?
Ada beberapa orang yang secara individual bagus, mandiri dan cerdas membuat keputusan, tapi uniknya ketika berurusan dengan keluarga dia cenderung dikendalikan dan seolah-olah kehilangan pendapatnya sendiri.
Sebenarnya tidak terlalu masalah jika keluarganya memang memiliki pemahaman islam yang cukup baik dan karenanya melahirkan keputusan-keputusan yang baik. Pada beberapa lelaki yang sering bingung jika harus membuat keputusan, hal ini akan membantu untuk mengarahkan malah pesan sponsor dari istri mungkin bisa dititip ke ibu mertua, dengan catatan hubungan istri dan mertua tebina baik.
Namun ada kasus dimana pihak keluarga suami kurang bijak, hingga cenderung tidak memedulikan kondisi suami yang baru membangun, dengan terus menerus merongrong, bukan hanya untuk hal-hal yang pentinguntuk orang tua suami, tetapi juga harus ikut menanggung cicilan motor adiknya, meski si adik sudah menikah dan suaminya bekerja.
Kenali dengan melihat sejarah pendidikan si dia misalnya. Kenapa memilih sekolah kejuruan, apakah memang dia suka? Kenapa memilih universitas ini? Apakah dia suka dengan jurusan yang dipilihnya?
Tentu masih banyak kriteria yang harus dikenali, walaupun begitu kriteria dia atas hanya sedikit bocoran untukmu agar bisa mengenali karakter si dia. Bukan bahan untuk mengadili si dia?
Lalu bagaimana jika si dia ternyata manja, diktator, egois dan jauh dari seluruh kriteria yang menunjukkan calon suami yang tepat? Bisakah mengubah pribadinya?
Tidak ada yang pasti dikolong langit. Seseorang mungkin saja berubah. Mungkin tidak sekaligus..... tetapi bertahap. Mungkin tidak banyak tetapi sedikit demi sedikit. It’s your life.....
Satu hal yang penting dengan mengenali pribadinya, kamu bisa membanyangkan seperti apa pernikahanmu nanti. Memiliki suami seperti apa, dan bagaimana sosoknya sebagai ayah. Jika kamu bisa menerima seluruh kekurangnnya, dan merasa bisa mengatasi.... semua kembali bagimu.
Bagi sebagian muslimah, ada yang memilih.... lebih baik menikah dengan laki-laki yang akan membuatnya bahagia, atau sama sekali tidak. Tetapi ada juga muslimah yang sangat ingin menikah.... dan merasa bahwa bahkan tanpa menaruh kriteria macam-macam pun, sulit menemukan pendaping.
At the end... jangan lupa berdo’a dan berdo’a. Libatkan Allah dalam segala urusanmu.
sekilas hasil input yang saya baca, buku ini meluruskan niat kita untuk menikah bahasa kerennya, what was the reason we wanted to get married?. selain itu buku ini menceritakan beberapa pengalaman dunia pedekate sampai menikah. yang memberikan nasehat bahwa
1. menikah bukanlah mencari orang yang sempurna, tapi menjadi penyempurnanya (jiyeeee... *.*)
2. exactly ada persamaan dan perbedaan, indah... kayak pelangi
3. mulailah dari diri sendiri untuk merubah keadaan menjadi suasana yang kita inginkan
4. tunjukkan dengan cara baik hal-hal yang kita inginkan.
5. pantaskan diri untuk mendapatkan yang pantas kita impikan
REFERENSI :]
Asma nadia, dkk. 2009. Muhasabah CintaSeorang Istri. Jakarta: PT Lingkar Pena
0 komentar:
Posting Komentar